Saturday, October 1, 2011

Merubah Nasib Sendiri


oleh Gus Budi

di saat MENDUNG...
Ada firman Allah dalam Al-Quran yang sering dibuat dalil --dan sudah sering saya bicarakan—yang terus digunakan dengan pemaknaan yang menurut saya kurang tepat. Yaitu... "InnaLlaha laa yughayyiruu maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bianfusihim" ( Q.13. Ar-Ra'd: 11) yang di zaman Bung Karno –untuk mendalili revolusi -- ditafsirkan: "Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib sesuatu bangsa kecuali bangsa itu merobah nasib mereka sendiri".

Sementara di zaman Pak Harto –untuk mendalili pembangunan-- ditafsirkan: "Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" dengan tambahan keterangan: Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka sehingga mereka merobah sebab-sebab kemunduran mereka. (Garis miring dari saya).

Seperti diketahui, "nasib" dan "keadaan" digunakan sebagai terjemahan dari lafal "maa" dalam ayat tersebut. Setahu saya, dalam bahasa Arab, lafal "maa" adalah lafal mubham, tidak konkrit. Padanannya dalam bahasa Indonesia: "sesuatu" atau "apa". Jadi terjemahan "keadaan" lebih dekat daripada "nasib" yang berkonotasi lebih konkrit. Namun bila kita mau cermat mencari konkritnya lafal mubham tersebut, kita bisa merujuk ke ayat yang mirip dengan ayat tersebut.

Followers