oleh:
Idris Nawawi
Lewat pemaparan yang diambil dari ilmu shahadat majmal
dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul
manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh
keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan ini manusia juga diberi kelebihan
berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas jauh sebelum Alloh SWT
menciptakan wujud bumi yaitu, lewat nur Muhammad SAW, yang sudah diciptakan
terlebih dahulu di alamul Jannah Majazi / surga Majazi.
Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Alloh SWT menciptakan
manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan
jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia,
lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Alloh SWT
sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia
baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Alloh SWT
menciptakannya dengan “asma” takbiratul ikrom (Allohu Akbar) juga tatkala
membuat bentuk “napas” Alloh SWT, menciptakannya dengan Asma ”ruku”
(Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih) lalu di saat menciptakan bentuk ”tulang
belulang” Alloh SWT, juga menciptakannya dengan asma, “sujud” (Subhanna
robbiyal a’laa wabihamdih) dan di saat menciptakan bentuk “kulit” Alloh SWT.
menciptakannya dengan asma “lungguh” (Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni
warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani).
Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia,
akhirnya Alloh SWT, memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya yaitu,
dengan bersaksi kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat,
mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan
berpuasa dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Alloh
SWT, juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu
sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu. Nah, dalam bentuk ilmu ini Alloh SWT, memberikannya suatu
sifat “cahaya dan api” dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat cahaya
Alloh SWT menempatkan dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu
bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan api sendiri di tempatkan dalam sifat manusia
sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari
duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam
menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat cahaya dan api ini manusia pada
akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti, ilmu supranatural
dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad
membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Beda dengan pemaparan yang ada dalam kitab “Mizanul Qubro”.
Kitab ini secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam
tubuh manusia, Alloh SWT, memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan
keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam. Di antara 6 tingkat
sifat alam tersebut, diantaranya, 1- Gunung, 2- Besi, 3- Api, 4- Air, 5- Angin
dan Hawa / Ikhlas.
Gunung
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang
sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan
bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan
Alloh SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat
doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Alloh SWT,
untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama
dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi / wujud dari
semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa
diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat gunung yang terdapat dalam
diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan
sifat “Besi”.
Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam
segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas
ditegaskan, bahwa sifat besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud
perbatuan.
Lewat sifat besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang
peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai
suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat besi ini yang
terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang
dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih,
manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki
ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat besi masih kalah dengan sifat api.
Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia.
Maksud dari sifat api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang
terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu
syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan
nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita
lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon
dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun
bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Alloh SWT,
sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju
bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap
manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya
yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini
sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Alloh.SWT, menuju derajat yang
lebih mulia. Sebab sifat api masih bisa dikalahkan dengan sifat air.
Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri
manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah “thoriqul qolbi /
penataan hati”.
Sebab bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya
apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat air bisa
menyatu dimanapun ditempatkan, baik ditanah, bebatuan, pohon, langit, dan
lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap ditubuh manusia karena
keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat air ini akan mudah
menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat
laun diri kita akan menjadi hamba Alloh SWT, yang mempunyai banyak kelebihan,
terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat air ini harus terus diasah
hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat air disini
masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud angin.
Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara
menyeluruh. Sebab angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat
alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat angin ini bisa
mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan
gunung, menerbangkan sifat bumi, membesarkan sifat api dan menarik sifat air
yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, angin ini disebut juga dengan sifat
ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari
bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani
yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat
duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal
kebesaran Alloh SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum
dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat
ikhlas.
Hawa / Ikhlas
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri
manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai “kamil
baenassama, wal ard” / kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan
bumi.
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat ikhlas di sini
adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan
bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan
terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, Afalulloh,
dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya
adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya, semua ini bisa tercapai,
apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup
yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan
pemaparan yang misteri berikan, kita semua menjadi paham dan mau mejalankan apa
yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiiin.