Dapur: Sabuk Inten, Luk 11
Pamor: Bonang Rinenteng
Warangka: Ladrang Solo Iras - Kayu Trembalo
Deder (Handle): Yudhowinatan - kayu tayuman
Pendhok: Blewah Solo lawasan
Mendak Selut: Perak Jeruk Keprok, berhiaskan Batu Ruby dan Zamrud
Panjang Bilah: 36 cm
Ricikan: Luk 11, Kembang Kacang, Pijetan, Tikel Alis, Jalen, Lambe Gajah, Sogokan Rangkap dan Greneng
Yoni / Tuah / Khasiat:
Ada yang menyebutnya Bonang Sarenteng, agak mirip dengan pamor Sekar Kopi tetapi bulatannya hanya satu. Boleh dikiri-kanan secara simetris atau selang seling. Baik Bonang Rinenteng ataupun Sekar Kopi, bulatannya seperti pusaran di pamor Udan Mas. Tergolong tidak pemilih dan memudahkan mencari rejeki, ekonomi stabil dan lebih berkembang, Kemudahan mengembangkan usaha sampingan, mudah mendapatkan relasi dan kepercayaan orang lain.
Karena Keris ini Sabuk Inten Maka energinya Kuat dan Khasiatnya masih banyak lagi, salah satunya pemilik akan sering diberi wasilah atau petunjuk hal gaib. Keris Kyai Sabuk Inten sangat bagus bila dipasangkan dengan Keris Kyai Sengkelat dengan mempunyai kedua keris tersebut pemilik akan mudah mencapai puncak kejayaan dan kalau sudah jaya akan stabil sulit mengalami kebangkrutan.
Keterangan Tambahan:
Keris yang tak kalah legendaris dari zaman peralihan Majapahit dan Demak Bintoro adalah Kyai Sabuk Inten. Keris berluk 11 ini muncul dan terkenal bersama Keris Kyai Nogososro. Dua keris ini disebut-sebut sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Dua keris ini adalah maha karya cipta Mpu Supo.
Banyak versi telah mengungkap legenda Keris Nogososro dan Sabuk Inten. Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih menarik minat seseorang untuk memilikinya. Tak lain karena keris tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan. Sejak zaman Majapahit, Keris Sabuk Inten memang sudah mewakili golongan bangsawan atau kaum mapan, sehingga diperangi oleh keris Kyai Sengkelat yang mewakili kaum marjinal atau golongan rakyat jelata yang merasa terpinggirkan. Dua keris yang melambangkan situasi perpecahan di masa akhir Majapahit ini lalu memunculkan keinginan untuk bersatu padu yang juga dimanifestasikan dalam bentuk keris Kyai Condong Campur.
Setelah berabad abad lamanya waktu berpilin, pamor keris berikut legendanya masih dipercaya kebenarannya. Kyai Nogososro sebagai simbol wahyu keprabon yang hilang dari Keraton Demak, dulu sering diburu oleh para calon pemimpin atau presiden. Namun sebagai simbol wahyu kepemimpinan, Keris Mpu Gandring relatif lebih populer dibanding keris Nogososro.
Bagaimana dengan Keris Kiai Sabuk Inten?
Mpu Djeno Harumbrodjo, keturunan ke-17 Mpu Supo-Majapahit mengatakan kepada posmo, pada dasarnya keris berdapur Sabuk Inten semuanya berluk 11. Ini berbeda dengan keris Condong Campur yang terdapat dua versi, berluk 13 dan tanpa luk atau lurus. Menurut Mpu Djeno, Kiai Condong Campur bahkan disebutkan ada yang berluk 5. Perbedaan ini semakin membuat rumit pengelompokkan jenis keris. Mpu Djeno sendiri juga mengaku setengah menyesal dengan perkembangan keris saat ini yang nama dan maknanya beragam sehingga sulit untuk dipakemkan.
Keris Sabuk Inten, terang Mpu Djeno, hanya berbeda tipis dengan Keris Condong Campur atau Nogososro. Ciri khas keris berdapur Sabuk Inten adalah luk 11, dengan dua jalu memet dan dua lambe gajah. Pada bilahnya tidak terdapat sogokan. Ada pun pamornya bisa Beras Wutah, Ngulit Semongko, Udan Mas, Blarak Sineret, Ron Genduru, Bendo Segodo dan banyak lagi. Sedangkan gagang dan warangka, menurutnya, tidak begitu signifikan sebagai pembeda. “Yang penting dari sebilah keris adalah wilah atau bilah dan ricikan serta pamornya”, kata Mpu Djeno.
Langka / Rare / NOT FOR SALE